Cari Blog Ini

Laman

Selasa, 18 Oktober 2011

pragmatik VS semantik

PRAGMATIK

pragmatics (n) – pragmatik – pragmatika
pragmatis (adj) : melihat sesuatu dari kegunaan
pragmatisme: aliran yang melihat sesuatu dari kegunaan

Dalam komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat diungkapkan dengan berbagai bentuk/struktur. Untuk maksud “menyuruh” orang lain, penutur dapat mengungkapkannya dengan kalimat imperatif, kalimat deklaratif, atau bahkan dengan kalimat interogatif. Dengan demikian, pragmatik lebih cenderung ke fungsionalisme daripada ke formalisme. Pragmatik berbeda dengan semantik dalam hal pragmatik mengkaji maksud ujaran dengan satuan analisisnya berupa tindak tutur (speech act), sedangkan semantik menelaah makna satuan lingual (kata atau kalimat) dengan satuan analisisnya berupa arti atau makna.
Kajian pragmatik lebih menitikberatkan pada ilokusi dan perlokusi daripada lokusi sebab di dalam ilokusi terdapat daya ujaran (maksud dan fungsi tuturan), perlokusi berarti terjadi tindakan sebagai akibat dari daya ujaran tersebut. Sementara itu, di dalam lokusi belum terlihat adanya fungsi ujaran, yang ada barulah makna kata/kalimat yang diujarkan.
Berbagai tindak tutur (TT) yang terjadi di masyarakat, baik TT representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif, TT langsung dan tidak langsung, maupun TT harafiah dan tidak harafiah, atau kombinasi dari dua/lebih TT tersebut, merupakan bahan sekaligus fenomena yang sangat menarik untuk dikaji secara pragmatis. Misalnya, bagaimanakah TT yang dilakukan oleh orang Jawa apabila ingin menyatakan suatu maksud tertentu, seperti ngongkon ‘menyuruh’, nyilih ‘meminjam’, njaluk ‘meminta’, ngelem ‘memuji’, janji ‘berjanji’, menging ‘melarang’, dan ngapura ‘memaafkan’. Pengkajian TT tersebut tentu menjadi semakin menarik apabila peneliti mau mempertimbangkan prinsip kerja sama Grice dengan empat maksim: kuantitas, kualitas, hubungan, dan cara; serta skala pragmatik dan derajat kesopansantunan yang dikembangkan oleh Leech (1983).

Pragmatik dan Fungsi Bahasa
Bidang “pragmatik” dalam linguistik dewasa ini mulai mendapat perhatian para peneliti dan pakar bahasa di Indonesia. Bidang ini cenderung mengkaji fungsi ujaran atau fungsi bahasa daripada bentuk atau strukturnya. Dengan kata lain, pragmatik lebih cenderung ke fungsionalisme daripada ke formalisme. Hal itu sesuai dengan pengertian pragmatik yang dikemukakan oleh Levinson (1987: 5 dan 7), pragmatik adalah kajian mengenai penggunaan bahasa atau kajian bahasa dan perspektif fungsional. Artinya, kajian ini mencoba menjelaskan aspek-aspek struktur bahasa dengan mengacu ke pengaruh-pengaruh dan sebab-sebab nonbahasa.
Fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai sarana komunikasi. Di dalam komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat dituturkan dengan berbagai bentuk tuturan. 

PRAGMATIK VS SEMANTIK
Sebelum dikemukakan batasan pragmatik kiranya perlu dijelaskan lebih dahulu perbedaan antara pragmatik dengan semantik.
(a)  Semantik mempelajari makna, yaitu makna kata dan makna kalimat, sedangkan pragmatik mempelajari maksud ujaran, yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan.
(b)  Kalau semantik bertanya “Apa makna X?” maka pragmatik bertanya “Apa yang Anda maksudkan dengan X?”
(c)  Makna di dalam semantik ditentukan oleh koteks, sedangkan makna di dalam pragmatik ditentukan oleh konteks, yakni siapa yang berbicara, kepada siapa, di mana, bilamana, bagaimana, dan apa fungsi ujaran itu. Berkaitan dengan perbedaan (c) ini, Kaswanti Purwo (1990: 16) merumuskan secara singkat “semantik bersifat bebas konteks (context independent), sedangkan pragmatik bersifat terikat konteks (context dependent)” (bandingkan Wijana, 1996: 3).

Definisi pragmatik:
  1. cabang ilmu bahasa yang menelaah penggunaan bahasa. Satuan-satuan lingual dalam penggunaannya.
  2. studi kebahasaan yang terikat konteks.
  3. studies meaning in relation to speech situation (Leech, 1983).
  4. cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam komunikasi (Wijana, 1996: 2).

Cukup banyak kiranya batasan atau definisi mengenai pragmatik. Levinson (1987: 1-53), misalnya, membutuhkan 53 halaman hanya untuk menerangkan apakah pragmatik itu dan apa saja yang menjadi cakupannya. Di sini dikutipkan beberapa di antaranya yang dianggap cukup penting.
(1)  Pragmatik adalah kajian mengenai hubungan antara tanda (lambang) dengan penafsirnya, sedangkan semantik adalah kajian mengenai hubungan antara tanda (lambang) dengan objek yang diacu oleh tanda tersebut.
(2)  Pragmatik adalah kajian mengenai penggunaan bahasa, sedangkan semantik adalah kajian mengenai makna.
(3)  Pragmatik adalah kajian bahasa dan perspektif fungsional, artinya kajian ini mencoba menjelaskan aspek-aspek struktur linguistik dengan mengacu ke pengaruh-pengaruh dan sebab-sebab nonlinguistik.
(4)  Pragmatik adalah kajian mengenai hubungan antara bahasa dengan konteks yang menjadi dasar dari penjelasan tentang pemahaman bahasa.
(5)  Pragmatik adalah kajian mengenai deiksis, implikatur, praanggapan, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana.
(6)  Pragmatik adalah kajian mengenai bagaimana bahasa dipakai untuk berkomunikasi, terutama hubungan antara kalimat dengan konteks dan situasi pemakaiannya.
            Dari beberapa definisi tersebut dapat dipahami bahwa cakupan kajian pragmatik sangat luas sehingga sering dianggap tumpang tindih dengan kajian wacana atau kajian sosiolinguistik. Yang jelas disepakati ialah bahwa satuan kajian pragmatik bukanlah kata atau kalimat, melainkan tindak tutur atau tindak ujaran (speech act).

            Stephen C. Levinson telah mengumpulkan sejumlah batasan pragmatik yang berasal dari berbagai sumber dan pakar, yang dapat dirangkum seperti berikut ini.
  1. Pragmatik adalah telaah mengenai hubungan tanda-tanda dengan penafsir (Morris, 1938:6). Teori pragmatik menjelaskan alasan atau pemikiran para pembicara dan penyimak dalam menyusun korelasi dalam suatu konteks sebuah tanda kalimat dengan suatu proposisi (rencana, atau masalah). Dalam hal ini teori pragmatik merupakan bagian dari performansi.
  2. Pragmatik adalah telaah mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatisasikan atau disandikan dalam struktur sesuatu bahasa.
  3. Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataaan lain: memperbincangkan segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung kepada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang ciucapkan. Secara kasar dapat dirumuskan: pragmatik = makna – kondisi-kondisi kebenaran.
  4. Pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain: telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat.
  5. Pragmatik adalah telaah mengenai deiksis, implikatur, anggapan penutur (presupposition), tindak ujar, dan aspek struktur wacana.

Parker (1986: 11), pragmatics is distinct from grammar, which is the study of the internal structure of language. Pragmatics is the study of how language is used to communicate.

Pragmatik sebenarnya merupakan bagian dari ilmu tanda atau semiotics atau semiotika. Pemakaian istilah pragmatik (pragmatics) dipopulerkan oleh seorang filosof bernama Charles Morris (1938), yang mempunyai perhatian besar pada ilmu pengetahuan tentang tanda-tanda, atau semiotik (semiotics). Dalam semiotik, Morris membedakan tiga cabang yang berbeda dalam penyelidikan, yaitu: sintaktik (syntactics) atau sintaksis (syntax) yaitu telaah tentang relasi formal dari tanda yang satu dengan tanda yang lain (mempelajari hubungan satuan lingual dengan satuan lingual lain: tanda dengan tanda);  semantik (semantics) yaitu telaah tentang hubungan tanda-tanda dengan objek di mana tanda-tanda itu diterapkan (ditandainya) (atau hubungan antara penanda dan petanda (signifiant dan signifie/yang ditandai)); dan pragmatik yaitu telaah tentang hubungan tanda-tanda dengan penafsir (interpreters). Ketiga cabang tersebut kemudian lebih dikenal dengan teori trikotomi.
Contoh:
Kok, sudah pulang!
Isteri: ’betul-betul terkejut’ atau ’orang itu lama sekali perginya’
Suami menafsirkan: siapa yang berbicara, kepada siapa, situasinya bagaimana?

L. Witgenstein (filsuf): makna adalah penggunaannya. Makna sebuah tuturan itu penggunaannya.

Cabang-cabang bahasa:
Fonologi: bunyi sebagai sistem

internal atau formal
diadik: bentuk dan makna
Morfologi: satuan gramatikal terkecil.
Sintaksis: frase, klausa, kalimat, wacana.
Semantik: makna (biasanya leksikal).
Pragmatik: cabang ilmu bahasa yang mempelajari makna satuan kebahasaan yang bersifat eksternal / bagaimana satuan kebahasaan itu dikomunikasikan

eksternal atau fungsional
triadik: bentuk, makna, dan maksud.

Semantik: makna linguistik (makna), bersifat internal.
Pragmatik: makna penutur (maksud), makna dalam penutur.

SINTAKSIS

BAB I
SINTAKSIS
Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana. Untuk menjelaskan uraian itu, diambil contoh kalimat: Seorang pelajar sedang belajar di perpustakaan.
Kalimat di atas terdiri dari satu klausa yang terdiri dari S, ialah seorang pelajar, P, ialah sedang belajar, dan KET, ialah di perpustakaan. Sintaksis sebagai bagian dari ilmu bahasa berusaha menjelaskan unsur-unsur itu dalam suatu satuan baik hubungan fungsional maupun hubungan maknawi. Misalnya pada kalimat{1}di atas terdapat frase sedang belajar,yang terdiri dari dua unsur, ialah kata sedang dan kata belajar. Berdarsarkan hubungan maknawi antar unsur-unsurnya, frase seorang pelajar yang menduduki fungsi S menyatakan makna pelaku, frase sedang belajar yang menduduki fungsi P menyatakan makna perbuatan dan frase di perpustakaan yang menduduki fungsi KET menyatakan makna tempat. Jadi klausa di atas terdiri dari unsur-unsur maknawi pelaku diikuti perbuatan diikuti tempat.
BAB II
KALIMAT
PENENTUAN KALIMAT
Bahasa terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan arti yang dinyatakan oleh bentuk bahasa terdiri dari satuan-satuan yang dapat dibedakan menjadi satuan, yaitu satuan fonologik dan satuan gramatik.Satuan fonologik meliputi fonem dan suku. Sedangkan fonologik meliputi fonem dan suku, sedangkan satuan gramatika meliputi wacana, kalimat, klausa, frase, kata, dan morfem. Contoh kalimat dari satu kata misalnya: kemarin, kalimat yang terdiri dari dua kata, misalnya itu toko yang terdiri dari tiga kata, misalnya ia sedang belajar.
KALIMAT BERKLAUSA DAN KALIMAT TAK BERKLAUSA
Kalimat yang berklausa adalah kalimat yang terdiri dari satuan yang berupa klausa. Klausa terdiri atas subjek dan predikat. Klausa dapat pula disertai adanya objek, keterangan dan pelengkap.
Contoh:
Lembaga itu menerbitkan majalah sastra. ( 1 klausa )
Perasaan itu muncul sesaatsetelah kamu pergi. ( 2 klausa )
Kalimat tak berklausa adalah kalimat yang tidak terdiri dari klausa.
Contoh:
Selamat pagi !
Pergi !
Judul suatu karangan juga merupakan sebuah kalimat karena selalu diakhiri dengan jeda panjang yang disertai nada akhir naik atau turun atau yang disebut intonasi.
Contoh: Seratus Tokoh Islam Akan Menerima Penjelasan. ( berwujud kalimat)
Akan tetapi, jika tidak terdiri dari klausa, kalimat judul itu termasuk golongan kalimat tak berklausa.
Contoh : Seorang Pertapa dari Gunung Wilis ( berwujud satuan frase )
Kalimat Berita, Kalimat Tanya dan Kalimat Suruh
Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat digolongkan menjadi:
1. Kalimat Berita
Kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain sehiunggan tanggapan yang berupa perhatian seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian yang berupa anggukan atau ucapan ya.
Kalimat berita mempunyaipola intonasi berita.dalam kalimat berita tidak terdapat kata-kata tanya, kata ajakan serta kata larangan.
2. Kalimat Tanya
kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat ini memiliki pola intonasi yang berbeda dari kalimat berita. Pola intonasi kalimat berita bertnada akhir turun, sedanhkan pola intinasi kalimat tanya bernada akhir naik. Di samping itu, nada sukuj aterakahir yang lebih tinggi sedikit dibandungkan dengan nada suku terakhir pola intonasi kalimat berita.
  1. Apa
Kata tanya apa digunakan untuk menanyakan benda, tumbuhan, hewan dan identitas.
Contoh : – Petani itu membawa apa?
- Kamu membaca buku apa?
b. Siapa
Kata tanya siapa digunakan untuk meenanyakan Tuhan, Malaikat dan manusia.
Contoh: – Anda mencari siapa?
- Ini sepeda siapa?
c. Mengapa
Kata tanya mengapa digunakan untuk menanyakan perbuatan dan sebab.
Contoh: – Anak itu sedang mengapa?
- Mengapa anak itu menangis?
d. Kenapa
kata tanya kenapa digunakan untuk menanyakan sebab.
Contoh: Kenapa anak itu menangis?
e. Bagaimana
Kata tanya bagaimana menanyakan keadaan dan cara.
Contoh: – Bagaimana nasibnya sekarang?
- Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?
f. Mana
Kata tanya mana menanyakan tempat, sesuatu dari suatu kumpulan dan sesuatu yang dijanjikan sebelumnya.
Contoh: – Kamu orang mana?

MORFOLOGI

MORFOLOGI (TATA BENTUK)

Pada bagian ini akan dipaparkan:
1.      pengertian morfologi;
2.      perbandingan morfologi dengan leksikologi;
3.      perbandingan morfologi dengan etimologi; dan
  1. morfologi dengan sintaksis
A.    Pengertian Morfologi
Morfologi atau tata bentuk (Ingg. morphology; ada pula yang menyebutnya morphemics) adalah bidang linguistic yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal (Verhaar, 1984 : 52). Dengan perkataan lain, morfologi mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk, dan klasifikasi kata-kata. Dalam linguistik bahasa Arab, morfologi ini disebut tasrif, yaitu perubahan suatu bentuk (asal) kata menjadi bermacam-macam bentuk untuk mendapatkan makna yang berbeda (baru). Tanpa perubahan bentuk ini, maka yang berbeda tidak akan terbentuk (Alwasilah, 1983 : 101).
Untuk memperjelas pengertian di atas, perhatikanlah contoh-contoh berikut dari segi struktur atau unsur-unsur yang membentuknya,
a.
makan
makanan
dimakan
termakan
makan-makan
dimakankan
rumah makan
b.
main
mainan
bermain
main-main
bermain-main
permainan
memainkan
Contoh-contoh yang terpampang di atas, semuanya disebut kata. Namun demikian, struktur kata-kata tersebut berbeda-beda. Kata makan terdiri atas satu bentuk bermakna. Kata makanan, dimakan, dan termakan masing-masing terdiri atas dua bentuk bermakna yaitu –an, di-, ter- dengan makan. Kata makan-makan terdiri atas dua bentuk bermakna makan dan makan. Rumah makan pun terdiri atas dua bentuk bermakan rumah dan makan. Kata main, sama dengan kata makan terdiri atas satu bentuk bermakna, sedangkan kata mainan, bermain, main-mainan, permainan, memainkan masing-masing terdiri atas dua buah bentuk bermakna yakni –an, ber-, main, per-an, me-kan dengan main. Kata bermain-main terdiri atas tiga bentuk bermakna ber-, main, dan main.
Berdasarkan contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa bentuk-bentuk tersebut dapat berubah karena terjadi suatu proses. Kata makan dapat berubah menjadi makanan, dimakan, termakan karena masing-masing adanya penambahan –an, di-, dan ter-, dapat pula menjadi makan-makan karena adanya pengulangan, dapat pula menjadi rumah makan karena penggabungan dengan rumah. Perubahan bentuk atau struktur kata tersebut dapat pula diikuti oleh perubahan jenis atau makna kata. Kata makan termasuk jenis atau golongan kata kerja sedangkan makanan termasuk jenis atau golongan kata benda. Dari segi makna kata makan maknanya ‘memasukan sesuatu melalui mulut’, sedangkan makanan maknanya ‘semua benda yang dapat dimakan’.
Seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti atau makna kata seperti contoh di atas itulah yang dipelajari oleh bidang morfologi (Ramlan, 1983 : 3). Prawirasumantri (1985 : 107) lebih tegas merinci bidang yang dibahas oleh morfologi yakni : (1) morfem-morfem yang terdapat dalam sebuah bahasa, (2) proses pembentukan kata, (3) fungsi proses pembentukan kata, (4) makna proses pembentukan kata, dan (5) penjenisan kata.

B.     Perbandingan Morfologi dengan Leksikologi
Kata kosong mempunyai berbagai makna dalam pemakaiannya, antara lain :
1)      Tidak ada isinya; misalnya: peti besinya telah kosong.
2)      Hampa, berongga (geronggang) di dalamnya; misalnya: tinggal butir-butir padi yang kosong.
3)      Tidak ada yang menempati; misalnya: rumah itu kosong.
4)      Terluang; misalnya: waktu kosong.
5)      Tidak mengandung sesuatu yang penting atau berharga; misalnya: perkataannya kosong. (Poerwadarminta, 1985 : 524).
Selain itu, ada pula kata-kata mengosongkan ‘menjadikan kosong’, pengosongan ‘perbuatan mengosongkan’, kekosongan ‘keadaan kosong’ atau ‘menderita sesuatu karena kosong’.
Morfologi danLeksikologi sama-sama mempelajari kata, ari kata, akan tetapi si antara keduanya terdapat perbedaan. Leksikologi mempelajari arti yang lebih kurang tetap yang terkandung dalam kata atau yang lazim disebut arti leksis atau makna leksikal, sedangkan morfologi mempelajari arti yang timbul akibat peristiwa gramatis yang biasa disebut arti gramatis atau makna gramatikal. Sebagai contoh kita bandingkan kata kosong dengan mengosongkan. Kedua kata itu masing-masing mepunyai arti leksis atau makna leksikal. Kosong antara lain artinya ada lima butir seperti yang tertera pada contoh di atas, sedangkan mengosongkan makna atau artinya ‘menjadikan atau membuat jadi kosong’. Mengenai arti leksis kedua kata tersebut dibicarakan dalam leksikologi, sedangkan dalam morfologi dibicarakan makna atau arti yang timbul akibat melekatnya imbuhan atau afiks meN-kan.

C.    Perbandingan Morfologi dengan Etimologi
Dalam penyelidikan makna, morfologi berdekatan dengan leksikologi, sedangka dalam penyelidikan bentuk, morfologi berdekatan dengan etimologi, yakni ilmu yang menyelidiki seluk-beluk asal-usul kata secara khusus (Ramlan 1978 dalam Prawirasumantri, 1985 : 109).
Walau morfologi dan etimologi mempelajari masalah yang sama yakni perubahan bentuk, namun ada perbedaannya. Morfologi mempelajari perubahan kata yang disebabkan atau yang terjadi akibat sistem bahasa secara umum. Sebagai contoh, dari kata pakai  terbentuk kata-kata baru pakaian, memakai, dipakai, terpakai, berpakaian. Perubahan-perubahan itu disebabkan oleh sistem bahasa yaitu sistem afiksasi atau pembubuhan afiks. Gejala itulah yang dipelajari oleh morfologi. Namun perhatikanlah contoh-contoh berikut: kenan di samping berkenan; ia  di samping dia, yang, dan –nya dan tuan di samping tuhan. Perubahan-perubahan tersebut bukan bersifat umum atau bukan akibat sistem bahasa Indonesia. Perubahan tersebut hanya terjadi untuk kata-kata tersebut, tidak berlaku untuk kata-kata lain. Perubahan-perubahan itu bukan dipelajari oleh morfologi atau ilmu asal-usul kata.

D.    Perbandingan Morfologi dengan Sintaksis
Satu lagi cabang ilmu bahasa yang berdekatan dengan morfologi yaitu sintaksis. Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani sun “dengan” dan tattien “menempatkan”. Dengan jelas, menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat dan kelompok-kelompok kata menjadi kalimat (Verhaar, 1985 : 70).
Bidang sintaksis menyelidiki semua hubungan antarkata dan antarkelompok kata dalam kalimat. Di lain pihak, morfologi mempelajari seluk-beluk kata itu sendiri secara mandiri tanpa memperhatikan hubungannya dalam kalimat. Tegasnya dapat dikatakan bahwa unsur yang paling kecil yang dipelajari oleh morfologi ialah morfem dan yang paling besar ialah kata, sedangkan sintaksis mempelajari unsur yang paling kecil ialah kata dan yang terbesar kalimat (Prawirasumanttri, 1985 : 110).
Ramlan (1980 : 5) memberikan contoh untuk membedakan bidang garapan morfologi dan sintaksis dalam kalimat, “Ia mengadakan perjalanan.” Jika kita membicarakan ia sebagai bentuk tunggal, mengadakan dan perjalanan sebagai bentuk kompleks, termasuk garapan bidang morfologi, tetapi jika pembicaraan mengenai ia sebagai subjek, mengadakan sebagai predikat dengan kata perjalanan  sebagai objek termasuk garapan sintaksis.
Dengan membaca uraian di atas, kita seolah-olah dapat dengan mudah mengetahui batas yang tegas bidang garapan morfologi dengan sintaksis. Sebenarnya tidaklah selalu demikian. Kita ambil contoh bentuk-bentuk ketidakadilan, ketidakmampuan, dan ketidaktentraman. Pembicaraan kata-kata tersebut sebagai bentuk kompleks yang terdiri atas bentuk ke-an dengan tidak adil, tidak mampu, tidak tentram termasuk ke dalam bidang morfologi. Akan tetapi pembicaraan mengenai hubungan antara tidak dengan adil, mampu, dan tentram  termasuk ke dalam bidang sintaksis. Pembicaraan tentang bentuk yang salah satu unsurnya berupa afiks atau imbuhan termasuk dalam bidang morfologi, sedangkan bentuk yang semua unsurnya berupa kata (bentuk yang seperti itu sering disebut frase) termasuk ke dalam bidang sintaksis (Ramlan dalam Prawirasumantri, 1985 : 110).
Contoh lain yang menunjukkan bahwa morfologi dan sintaksissulit ditentukan batasnya yaitu pembicaraan tentang kata majemuk yang semua unsurnyapokok kata atau kata seperti: tinggi hati, keras kepala, sapu tangan, dan sejenisnya. Pembicaraan bentuk-bentuk seperti itu tampaknya seperti termasuk kedalam sintaksis, tetapi karena bentuk-bentuk itu mempunyai sifat seperti kata, maka pembicaraannya termasuk ke dalam bidang morfologi. Hal itu disebabkan karena kata majemuk termasuk golongan kata. Bukankah morfologi mempelajari kata sebagai unsur yang terbesar?

E.     Uji Pemahaman Materi
            Untuk menguji apakah anda memahami materi yang dipaparkan di atas atau belum, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut.

A.    Silanglah huruf yang berada di depan jawaban yang paling tepat.
1.      Hal-hal berikut ini disdeskripsikan dalam morfologi, kecuali …
a. morfem-morfem yang terdapat dalam suatu bahasa
b. proses pembentukan kata dalam suatu bahasa
c. makna gramatikal kata-kata bentukan dalam suatu bahasa
d. makna hubungan antarkata dalam kelompok kata
e. fungsi proses pembentukan kata
2.      Satuan gramatik yang dibahas oleh morfologi ialah …
a. morfem
b. kata
c. morfem dan kata
d. frase, klausa, kalimat
e. morfem, kata, frase, klauda, dan kalimat
3.      Morfologi dan etimologi, sama-sama mempelajari bentuk kata, namun ada perbedaannya. Perubahan bentuk yang dipelajari oleh etimologi …
a. disebabkan oleh sistem bahasa yang dipelajari
b. disebabkan bukan oleh sistem bahasa yang dipelajari
c. tidak mempedulikannya
d. kata yang terdapat dalam kamus
e. a, b, dan c benar
4.      Buku mempunyai makna antara lain: (1) tulang sendi, (2) butir atau gumpal (garam sebuku), (3) setampang atau selipat (tembakau lima buku, bamboo sebuku). Pembahasan makna kata seperti itu, hasil telaah bidang …
a. etimologi
b. leksikologi
c. sintaksis
d. semantik
e. morfologi
5.      Seorang mahasiswa menganalisis kalimat, “Rudi membeli buku tulis.” Salah satu hasil analisisnya berbunyi, “Rudi dalam kalimat itu sebagai pelaku”. Pendekatan analisis yang digunakan mahasiswa tersebut adalah …
a. morfologi
b. leksikon
c. etimologi
d. sintaksis
e. semantik
6.      Kata perlakuan terdiri atas dua unsur yaitu per-an dan laku. Pernyataan tersebut merupakan hasil analisis bidang …
a. morfologi
b. etimologi
c. sintaksis
d. semantik
e. leksikologi
7.      Kata ilmu yang dalam bahasa Indonesia berarti “pengetahuan” berasal dari bahasa Arab Ilmun yang berasal dari alama. Kesimpulan tersebut merupakan hasil telaah …
a. etimologi
b. morfologi
c. sintaksis
d. leksikologi
e. semantik
8.      Morfologi mempunyai persamaan dengan leksikologi yaitu sama-sama mempelajari …
a. bentuk kata
b. perubahan kata
c. jenis kata
d. fungsi proses pembentukan kata
e. makna kata
9.      Kata merupakan objek penyelidikan morfologi maupun sintaksis. Namun demikian terdapat perbedaan perlakuan di antara dua bidang tersebut. Yang ditinjau sintaksis …
a. kata itu sendiri
b. hubungan antarkata dalam kelompok kata
c. hubungan morfem ikat dengan kata
d.bentuk-bentuk kata
e. arti dan fungsi kata
10.  Ayah melambaikan tangannya berulang-ulang. Kalimat tersebut berpola SPOK. Pernyataan tersebut merupakan hasil analisis bidang …
a. sintaksis
b. morfologi
c. leksikologi
d. semantik
e. etimologi

B.     Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut secarasingkat dan tepat ! jawaban anda kerjakan di rumah dan hasilnya anda kumpulkan satu minggu kemudian.
1)      a. Apa yang dimaksud dengan morfologi?
b. Sebutkan satuan gramatik yang menjadi garapan morfologi !
c. Sebutkan pula rincian lingkup bahasan morfologi?             
2)  Apa perbedaan dan persamaan morfologi dengan:
a. leksikologi;
b. etimologi; dan
c. sintaksis.
Penjelasan yang anda berikan hendaknya disertai dengan contoh.

RPP bahasa indonesia kls V

Sekolah                         :   SD Negeri pucang 1
Mata Pelajaran            :   Bahasa Indonesia
Kelas/Semester             :   5 (lima)/2 (dua)
Alokasi Waktu             :   2 X 35 menit


A.    Standar Kompetensi   
       5.  Mendengarkan
Memahami cerita tentang suatu peristiwa dan cerita pendek anak yang disampaikan secara lisan

B.     Kompetensi Dasar      
    5.1 Menanggapi cerita tentang peristiwa yang terjadi di sekitar yang disampaikan secara lisan.
C.  Indikator
§  menjelaskan cerita tentang peristiwa dan memberikan komentar/saran yang logis dengan bahasa yang santun.
D. Tujuan Pembelajaran**     
§  Siswa dapat menjelaskan cerita tentang peristiwa dan memberikan  komentar/saran yang logis dengan bahasa yang santun

v Karakter siswa yang diharapkan :    Dapat dipercaya ( Trustworthines), Rasa hormat dan perhatian ( respect ), Tekun ( diligence ), Tanggung jawab ( responsibility ) Berani ( courage ) dan Ketulusan ( Honesty )

E. Materi Ajar                      
§  Peristiwa yang terjadi di sekolah

F. Metode Pembelajaran  
Ceramah, Tanya jawab, latihan

G. Langkah-langkah Pembelajaran
§  Kegiatan Awal
Apersepsi  dan Motivasi :
F Siswa berdo'a dan selanjutnya guru mengadakan apersepsi dengan cara rnengabsen kehadiran siswa serta dilanjutkan dengan menyanyikan salah satu lagu wajib nasional secara bersama-sama.
F Untuk membangkitkan Motivasi belajar, siswa menanggapi cerita tentang peristiwa yang terjadi di sekolah
F Siswa diberi kesempatan untuk bertanya rnengenai Materi pembelajaran.
§  Kegiatan Inti
& Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
F Siswa menjelaskan masalah atau peristiwa yang terjadi di sekolah dengan runtut melalui kegiatan ceramah dan tanya jawab,
& Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
F Siswa memberikan komentar atau saran dengan alasan yang logis dan bahasa yang santun melalui kegiatan tanya jawab dan latihan.
& Konfirmasi
 Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
F Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa
F Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan  dan penyimpulan
§  Kegiatan Penutup
      Dalam kegiatan penutup, guru:
F Siswa dan guru mengadakan refleksi tentang proses dan hasil belajar.
F Siswa diberi tugas untuk mengomentari cerita tentang suatu peristiwa di lingkungan sekitarnya dengan memberikan alasan logis dan menggunakan bahasa yang santun.

H.Alat/Bahan/Sumber Belajar 
§  Buku Bina Bahasa Indonesia Kelas 5B Penerbit umum dan Standar Isi 2006

I.Penilaian

Indikator Pencapaian
Teknik Penilaian
Bentuk Instrumen
Contoh Instrumen
·  Siswa mendengarkan cerita tentang suatu peristiwa
·  Siswa menjawab pertanyaan yang diajukan Guru
·  Siswa menanggapi suatu masalah di sekitar
Tes Lisan dan tertulis
Lembar penilaian
Produk
·  Coba jelaskan masalah atau peristiwa yang terjadi di sekolah dengan runtut
·  Berikan komentar atau saran dengan alasan yang logis dan bahasa yang santun terhadap peristiwa yang terjadi di sekolah !

                                                                                                                       

FORMAT KRITERIA PENILAIAN      
&  Produk ( hasil diskusi )
No.
Aspek
Kriteria
Skor
1.
Konsep
* semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah
4
3
2
1







&  Performansi
No.
Aspek
Kriteria
Skor
1.



2.



3.
Pengetahuan



Praktek



Sikap
* Pengetahuan
* kadang-kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* aktif  Praktek
* kadang-kadang aktif
* tidak aktif

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap

4
2
1

4
2
1

4
2
1


&   LEMBAR PENILAIAN
No
Nama Siswa
Performan
Produk
Jumlah
Skor
Nilai
Pengetahuan
Praktek
Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.








 CATATAN :
  Nilai = ( Jumlah skor : jumlah skor maksimal ) X 10.
@ Untuk siswa yang tidak memenuhi syarat penilaian KKM maka diadakan Remedial.

           
 Sidoarjo,………………2011

Mengetahui                                                                              
  Kepala Sekolah                                                                            Guru kelas VA




Hj Tutik Wahyuni.Th, M.Pd                                                       Yayi Harumi ,S.Pd
        NIP  19630413 198201 2 003                                             NIP 19780919 201001 1 009